Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Euro Mengalami Penurunan Akibat Inflasi dan Turunnya Penjualan Ritel

Euro Mengalami Penurunan Akibat Inflasi dan Turunnya Penjualan Ritel

by Didimax Team

Sempat perkasa akhirnya, pada perdagangan 7 Januari 2021. Euro melemah berada di poin 1.2245 terhadap Dolar Amerika. Hal ini disebabkan data laju inflasi serta penjualan beberapa ritel di Eropa mulai tergerus dan melemah. Untungnya, penurunan tersebut tidak berdampak signifikan. Dikarenakan pasar melihat situasi politik Amerika.

Dari data yang diambil oleh preliminer beberapa waktu lalu. Menunjukkan hasil konsumen mengalami tingkat inflasi 0,3% pada bulan Desember. Sehingga, bisa dikatakan naik hasil ini di luar harapan dari konsensus. Mereka ingin, penurunannya terjadi di angka 0,2% saja. atau kurang dari itu.

Penjualan ritel sendiri dari month over month tampak minus 6% pada bulan November tahun 2020. Hasil tersebut membuktikan bahwa, pertumbuhan tahunan mereka tergerus cukup dalam. poin awal adalah 4,2% turun drastis menuju -2,9%. Merosotnya penjualan membuat pelaku pasar sedikit cemas untuk berinvestasi.

 

Penerapan kebijakan Lockdown

Akibat utama mengapa penjualan ini bisa jatuh drastis ke bawah adalah penerapan kebijakan lockdown diambil oleh sejumlah negara. Penerapan ini menjadi jalan terbaik mencegah penyebaran Virus Corona lebih meluas. Prancis dan Belgia tercatat memiliki nilai paling rendah karena, mereka menerapkannya kebijakan tersebut lebih awal.

Selanjutnya, diikuti oleh Jerman, Yunani, Estonia, dan Irlandia yang terdampak sangat parah. Penurunan penjualan tersebut berdampak buruk pada perekonomian. Beberapa negara sempat menyatakan pertumbuhan ekonomi mereka minus. Pemulihannya masih terganjal oleh kasus yang sama. Hanya saja, saat ini sudah muncul harapan baru.

Vaksin memang jadi jalan tengah, tetapi berkembangnya virus juga harus jadi perhatian utama. Dengan penemuan jenis baru di Inggris. Membuat Euro sedikit kesulitan mendapatkan kepercayaan dari pasar. Walaupun, beberapa hari lalu. Mereka sedikit unggul dari Dolar. Hal tersebut terjadi karena situasi politik mulai memanas.

Penurunan penjualan ritel di Eropa ini diyakini menjadi yang terparah sejak tahun 1999. Hampir seluruh negara mengalaminya. Penerapan pembatasan memang menyulitkan orang untuk membelanjakan uang tersebut. Perputaran roda semakin terpuruk ditambah dengan gelombang PHK terjadi. Membuat setiap negara mulai kesulitan menentukan arah kebijakan.

Stimulus memang sudah disiapkan tetapi, mau bertahan sampai kapan. Inilah yang selalu menjadi sorotan oleh investor. Penekanan persebaran virus masih berlangsung sangat cepat. Vaksin memang pasti, hanya saja tahapnya masih sebatas pengujian. Hal tersebut juga bisa berdampak berbeda saat vaksinasi mulai dillakukan.

Bank Sentral Eropa Mengalami Dilema

Situasi yang dihadapi sekarang memang tidak mudah. Bank sentral harus segera mengambil langkah nyata dan juga tindakan Agar laju inflasi tidak melambung tinggi. Tetapi, apa yang dapat dilakukan oleh ECB, melihat situasi dan keadaan sekarang semakin, tidak menentu seperti ini.

Amunisi dari bank sentral sendii bisa dikatakan habis untuk mendorong stimulus lain. Bahkan, beberapa bulan mereka sudah mempertahankan suku bunga nol atau bahkan minus. Sudah tidak ada amunisi lagi yang bisa dilakukan mendorong pertumbuhan ritel atau perekonomian setiap negara.

Tidak hanya cukup sampai disitu saja, Quantutative Easing juga sudah menunjukkan skala cukup besar. Untuk bertindak apa-apa saja sangat sulit. Inilah sebuah tantangan substansial yang sulit ditemukan jalan keluarnya. Mau melangkah apa saja sudah cukup sulit karena, pemulihan harus segera dilakukan.

Sebenarnya, semakin cepat pemulihan maka jurang resesi akan mudah dilalui bersama. Hanya saja, untuk mengambil langkah strategis tersebut tidak bisa. Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir, ECB sudah berusaha mencoba berbagai macam strategi agar hal seperti ini dapat dihindari. Hanya saja semua strategi itu mentah.

Kebijakan Moneter ECB

Dalam menentukan langkah memang ECB sedikit kesulitan. Beberapa poin strategis sudah diambil hanya saja polanya semakin membingungkan. longgarnya kebijakan moneter terkadang mendukung negara yang menginginkan Euro tetapi, tidak sedikit pula yang menjadi periferi. Tidak ada tindakan lain kecuali menunggu.

ECB mengaku sudah pesimis dan skeptis dengan keadaan yang sedang terjadi saat ini. Kekuatan mata uang mereka memang cenderung melemah. Apalagi, zona resesi Euro sedang berlangsung cukup panjang dan parah. Bila dibandingkan dengan beberapa negara lainnya. Kondisinya jauh lebih buruk.

Saat ini pada perdagangan dan perilaku pasar memposisikan Euro ini untuk long. Sehingga, menjadikannya G10 dan paling rawan di antara semua mata uang di dunia, Kondisi ini tidak menguntungkan bagi pergerakan perekonomian Eropa karena, dinilai memiliki tingkat kerawanan paling tinggi terhadap risk off pasar.

KOMENTAR DI SITUS

FACEBOOK

Tampilkan komentar yang lebih lama