Kenaikan mata uang Asia kembali naik pada hari jumat kemarin dipenurunan besar selama minggu ini. Tentunya akan memiliki beberapa dampak baik secara langsung maupun tidak langsung untuk beberapa hal. Dampaknya, seperti perubahan mata uang kurs yang dapat merubah harga ekspor dan impornya.
Dampak lainnya juga bisa terlihat pada bidang investasi, dalam mengambil keputusan investasi bagi para investor untuk mempertimbangkan risikonya. Sementara dari dampaknya, penyebab mata uang bisa melemah dikarenakan oleh beberapa faktor.
Salah satunya ketika kondisi ekonomi global melemah, maka seluruh mata uang di dunia mengalami tekanan. Faktor lainnya bisa dari ketidakstabilan politik dalam suatu Negara mampu membuat dampak kekhawatiran pasar mata uang.
Apabila ketegangan politik terjadi, maka para investor secara otomatis menarik modal dari Negara yang berdampak. Langkah tersebut sebagai cara mencari perlindungan dan tentunya faktor – faktor tersebut tergantung pada keadaannya tidak berlaku secara universal.
Pulihnya Mata Uang Asia Selama Seminggu
Pulihnya mata uang Asia kembali pulih setelah beberapa lama melemah dibandingkan dollar AS yang berada di level tertinggi dua bulan. Yen naik sekitar 0,2 % karena kinerjanya terburuk selama seminggu ini. Yen jatuh hingga 2 & akibat ekspektasi akan membengkaknya perbedaan dari suku bunga lokal dan AS menekannya.
Pada Yian China naik 0,3 % dari level terendah selama 6 bulan terakhir tetapi tetap jauh di bawah level 7 terhadap dollar. Penurunan ini berdasarkan melambatnya pemulihan ekonomi di China. Selain itu juga memburuknya hubungan antara Beijing dan Wahingston terkait pelarangan penjualan di Negara tersebut dari produsen Chip AS Micron Technology Inc.
Pada mata uang Won Korea Selatan juga mengalami kenaikan sebesar 0,5 % dan Taiwan sebesar 0,4 %. Kenaikan secara sedikit tersebut hanya terjadi selama minggu ini saja perkiraannya tidak lebih sampai bulan depan. Melansir dari id.investing.com, bahwa mata uang Asia lebih luas menguat pada hari jumat kemarin.
Tetapi mengalami penurunan tajam minggu ini dikarenakan dari kecemasan potensi gagalnya bayar utang AS. Serta suku bunga yang lebih tinggi tersebut membuat waktu lebih lama mengakibatkan pasar mata uang sangat terpaku pada dollar.
Kabar terkini pada 26/05/2023 kemarin di Indonesia rupiah turun sebesar 0,1 % pada angka 14.980,0 per dollar AS nya. Melansir kembali dari cnncindonesia.com (27/05/23) diperkirakan pada awal juni 2023 sudah habis budget-nya AS.
Kekhawatiran itu juga ada di rapat notulen FOMC sebelumnya tanggal 4 Mei 2023, masih ada perdebatan di The Fred karena beberapa memandang perlu menaikkan suku bunga. Sehingga, jika persoalan Debt Ceiling di AS tidak kunjung selesai serta tidak adanya intervensi dari Bank Indonesia, maka rupiah bisa lebih lemah.
Kembali Melemah Menyentuh 15.000 Usai Sempat Naik
Walaupun sempat naik beberapa hari kemarin, pada perdagangan mata uang dunia rupiah ditutup dengan posisi Rp14.950/US$ pasar spot. Angka itu membuat mata uang garuda melemah sebesar 0,3 % dengan penutupan yang terlemah sejak 3 April 2023 atau 1,5 bulan terakhir datanya.
Secara keseluruhannya jika dilihat rupiah melemah pada 0,2 % dalam sepekan pada point to point, artinya sudah melemah dalam empat pekannya. Tentunya, kejadian ini akibat dari krisis berlarut – larutnya plafon utang Debt Ceiling di AS yang mengakibatkan sentiment negatif.
Ketua ekonomi BCA David menjelaskan, bahwa support-nya sekarang berada di Rp.14.880/US$ dan presistensinya bisa sampai kea rah rp.15.000/US$-nya. Maka, kita lihat saja nanti bisa sampai berapa lama penyelesaian Debt Ceiling tersebut.
Bahkan dalam pasar kini secara keseluruhan bertaruh 50 – 50%, jika The Fred menaikkan suhu bunga sebesar 25 bps awal Juni nanti. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga sebesar 5,57 % pekan ini.
Sebagai langkah untuk menjaga stabilisasi rupiah agar tidak kian melemah. Namun, Rupiah tidak melemah secara sendirian, mayoritas uang Asia tumbang bersamaan. Walaupun sempat pulih sementara, anjloknya mata uang Ringgit Malaysia membuat semakin khawatir.
Selain itu juga pemerintahan dan bank sentral Malaysia sampai menggelar pertemuan untuk membahas mata uang mereka yang ikut melemah. Melansir dari Malaymai, Menteri Keuangan I Datuk Seri, A. M. mengharapkan fenomena ini hanya sementara yang bersumber dari Amerika Serikat.